Wednesday, September 2, 2015

Hari x

Suatu hal yang tidak bisa dihindari, kita akan menua. Hari-hari yang biasanya diumbar penuh gelak tawa dan air mata berganti dengan hari-hari menatap kosong.

Kita dahulu percaya bahwa siapa yang bekerja keras akan mengambil benihnya. Namun mereka yang bekerja keras akan kalah dari mereka yang bekerja secara cerdas. Lalu yang bekerja cerdas akan kalah dengan yang memiliki koneksi. Lalu yang memiliki koneksi akan kalah dengan yang beruntung. Lalu kita mulai menyadari bahwa hal-hal seperti materi ini tidak pernah bisa menyenangkan, dan kita perlahan meninggalkan dunia jenis pertama ini.

Konyol. Ternyata kita dengan uang 200 ribu bisa menikmati perjalanan ke pesisir pantai hingga pulang lagi, menikmati momen yang selama ini ditelan waktu. Sekedar duduk menemani orang tua dan membelikan mereka pizza setiap minggu lebih membahagiakan daripada menabung bekerja sabtu minggu untuk pergi bersama mereka keliling eropa. Dan mengajak istri pergi ke tempat-tempat sederhana sambil berbicara tentang apa saja juga membahagiakan. Namun kita lagi-lagi mencari yang lainnya, seolah ada makna di dalam cerita, seperti buku-buku yang telah kita baca.

Kita mencoba menjadi lebih berarti dengan mengekspresikan diri, menjadi tulang punggung pagi masyarakat kurang mampu, dan mencoba memperbaiki segalanya yang ada di dunia ini.

Lalu di kemudian hari itu, mudah-mudahan kita tidak sama dengan pria di depan kita yang sekedar duduk sendiri menatap waktu paruh bayanya. Meskipun kita tahu semua pada akhirnya akan begitu.

Dan berapa lama kita habiskan waktu dalam kebingungan ketika yang perlu kita lakukan hanyalah sekedar berjalan di tengah kerumunan?

Kita lalu mulai menceritakan pahit manisnya perjalanan, mencari jalan di kerumunan, dan berkenalan dan pergi bersama mereka yang kita sukai. Lalu kebingungan kita mulai hanyut. Sayangnya hanyut juga bersama doa-doa yang kita lantunkan setiap malamnya.

Berkata bahwa kita lebih bahagia dalam kebingungan dalam lindungan doa, ketimbang tentram dalam lindungan materi dan keluarga.

Tuhan pun hanya tertawa menggelengkan kepalanya.

Melihat hamba kesayangannya menjadi terlalu mandiri. Mereka saling rindu hingga akhirnya mereka bertemu.

Bermain catur di alam sana.

No comments:

Post a Comment