Suatu hari di negara siluman, tinggal seorang serigala paling tampan yang pernah ada. Karena ia tampan ia sering disalah artikan sebagai seseorang yang cerdas dan mampu melakukan segalanya, padahal nyatanya ia sebenarnya biasa-biasa saja. Pernah ia disuruh menjaga sekawanan bayi serigala di tengah domba dan kambing dewasa, semua bayinya selamat. Serigala ini terus dipuji, padahal ia tahu sebenarnya selapar-laparnya domba atau kambing tidak akan memakan bayi serigala, di sekolah dasar sudah diajarkan bahkan.
Di tengah hari yang agak terik, suara siulan menghiasi ladang rerumputan, musik-musik dimainkan oleh semut-semut yang sedang sibuk menggotong gula, tiap langkah mereka melantunkan nada-nada yang berbeda. Sang serigala ingin sibuk, ingin menjadi semut yang terus berusaha keras. Ia berbisik pelan "andai aku semut, pasti aku bisa menjadi lebih dari aku yang sekarang".
Mendengar ucapannya, semut menyambut. "Hai paduka, apa itu anda yang baru saja mengeluhkan karena anda merupakan serigala di jagad raya dan di alam semesta?"
"Betul nyonya semut merah. Ada apa gerangan?" Sang serigala menopangkan tangannya di dagunya.
"Kalau berharap langit akan lebih biru esok hari, sampai kapanpun akan segitu-segitu saja nak." Semut merah itu membuang wajahnya sambil berjalan menggotong batu gulanya lagi.
Mendengar ucapannya si serigala tampan kian bingung, ia terus berjalan menelusuri apa yang dilakukan semut dari pagi hingga malam. Selama tujuh hari berturut-turut ia mengikutinya, segala rutinitas yang ia lihat menunjukkan kegiatan yang berulang dan membosankan di matanya, hingga akhirnya ia duduk di bawah pohon pisang.
"Sudah mengawasi kami?" Semut merah yang tempo hari lalu datang kembali.
"Ah, iya. Aku masih tidak mengerti nyonya."
"Kamu ini serigala, terlalu tinggi kastanya di kehidupan, yang kau harus lakukan ya berburu, bersenang-senang, menjadi serigala terhebat. Untuk apa kamu bersikeras mengikuti sang semut yang kecil ini toh. Kalau diciptakannya jadi serigala ya jadi serigala nak, jadilah serigala yang baik tapi."
Akhirnya serigala itu pulang dan bergegas mengambil kaleng biskuit yang ada di rumahnya. Lalu memberikan sebagai ucapakn terima kasih atas pelajaran yang sebenarnya tidak jelas tersebut. Namun mendengar perkataan sang semut yang sangat sederhana, wajar sederhana, karena otak semut sangat kecil dibanding otak serigala. Serigala ini mulai menjadi serigala seperti serigala kebanyakan. Serigala ini, salah mendengar nasehat, dan menjadi serigala yang biasa-biasa saja.
Di tengah hari yang agak terik, suara siulan menghiasi ladang rerumputan, musik-musik dimainkan oleh semut-semut yang sedang sibuk menggotong gula, tiap langkah mereka melantunkan nada-nada yang berbeda. Sang serigala ingin sibuk, ingin menjadi semut yang terus berusaha keras. Ia berbisik pelan "andai aku semut, pasti aku bisa menjadi lebih dari aku yang sekarang".
Mendengar ucapannya, semut menyambut. "Hai paduka, apa itu anda yang baru saja mengeluhkan karena anda merupakan serigala di jagad raya dan di alam semesta?"
"Betul nyonya semut merah. Ada apa gerangan?" Sang serigala menopangkan tangannya di dagunya.
"Kalau berharap langit akan lebih biru esok hari, sampai kapanpun akan segitu-segitu saja nak." Semut merah itu membuang wajahnya sambil berjalan menggotong batu gulanya lagi.
Mendengar ucapannya si serigala tampan kian bingung, ia terus berjalan menelusuri apa yang dilakukan semut dari pagi hingga malam. Selama tujuh hari berturut-turut ia mengikutinya, segala rutinitas yang ia lihat menunjukkan kegiatan yang berulang dan membosankan di matanya, hingga akhirnya ia duduk di bawah pohon pisang.
"Sudah mengawasi kami?" Semut merah yang tempo hari lalu datang kembali.
"Ah, iya. Aku masih tidak mengerti nyonya."
"Kamu ini serigala, terlalu tinggi kastanya di kehidupan, yang kau harus lakukan ya berburu, bersenang-senang, menjadi serigala terhebat. Untuk apa kamu bersikeras mengikuti sang semut yang kecil ini toh. Kalau diciptakannya jadi serigala ya jadi serigala nak, jadilah serigala yang baik tapi."
Akhirnya serigala itu pulang dan bergegas mengambil kaleng biskuit yang ada di rumahnya. Lalu memberikan sebagai ucapakn terima kasih atas pelajaran yang sebenarnya tidak jelas tersebut. Namun mendengar perkataan sang semut yang sangat sederhana, wajar sederhana, karena otak semut sangat kecil dibanding otak serigala. Serigala ini mulai menjadi serigala seperti serigala kebanyakan. Serigala ini, salah mendengar nasehat, dan menjadi serigala yang biasa-biasa saja.
No comments:
Post a Comment