Saturday, April 19, 2014

Jangan Takut, Karena Semua Begitu

Kalau kata komik yang saya suka baca, racun kehidupan yang terus menggerogoti orang perlahan itu ialah rasa takut. Entah takut sepi, takut kehilangan, takut gagal, takut hantu, atau takut anjing sekalipun. Karena rasa takut itulah muncul perasaan khawatir yang sebenarnya tidak relevan terhadap kejadian yang sekarang.

Seperti pernyataan,

Aduh saya takut gagal deh nanti di umur tiga puluhan, terus istri dan anak saya pergi gara-gara saya gagal karirnya

Padahal orang ini sekarang umurnya empat belas tahun, ngupil aja masih suka salah.

Atau mungkin seperti.

Aduh kalau saya harus kerja di luar kota, pasti pacar saya bisa bisa digodain sama temen SMAnya, terus saya gak tahu apa-apa, terus tiba-tiba mereka nikah pas saya pulang lagi

Akhirnya dia marah-marah ke pacarnya, padahal dia kerja aja belom dapet, tapi karena pikirannya kesana melulu, yang jelek-jelek melulu, kejadian deh yang jelek, berantem.

Takut sih wajar. Rasa takut yang pertama kali saya rasakan adalah ketika orang tua saya tidur terlalu lelap, di situ saya sadar bahwa saya takut kehilangan mereka, ketika mereka menggaruk pantatnya, saya bersyukur, karena mereka masih bergerak.

Tapi sebenarnya apa sih sumber rasa takut itu sendiri. Mari saya bahas sedikit. Menurut saya, takut itu sumbernya dari 3 hal, yakni:

  1. Tidak dekat dengan Tuhan. Kita semua tahu bahwa ada kekuatan yang lebih besar di dunia ini, seperti bagaimana orang tua kita bertemu, sering hampir ketabrak motor tapi selamat terus, dan tau-tau padahal gak kerja banyak, gaji dinaikin sama atasan. Namun kita sadar keberuntungan dan musibah itu sulit dikendalikan. Kita hanya bisa berusaha jungkir balik, namun selalu ada kekuatan yang lebih besar di alam ini. Sehingga bagi yang tidak dekat dengan Sang Pencipta, kita tidak pernah bisa rela, takut akan apa yang kita miliki dan yang kita ingin raih suatu saat sia-sia. Jadi kita terus bernafas dalam kekhawatiran, terus dan terus.
  2. Jarang bermain. Karena tekanan yang bombastis dari segala sisi, ekspektasi mertua untuk punya rumah di umur dua puluh tahun misal, atau project dari atasan harus selesai dua jam lagi. Sehingga ketika tekanan itu lepas pun, rasa takutnya masih melekat di tubuh kita, dan kalau kita tidak bisa bermain, berolahraga, ataupun berekspresi, akhirnya adrenalin itu masih tersesat di alam bawah sadar kita. Sehingga tidak bisa benar-benar rileks dalam melaksanakan pekerjaan selanjutnya.
  3. Terjebak masa lalu. Trauma kadang mengajarkan hal yang tidak relevan di hidup kita. Misalnya kita pernah dulu sewaktu kecil nabrak tukang bakso malang sampai harus rawat inap tiga hari. Saat dewasa akhirnya setiap ada suara bakso malang, pria tersebut harus sembunyi ke kamar. Jika tidak pernah dibicarakan, perasaan buruk yang tadinya disembunyikan, menjadi gangguan jiwa yang perlahan muncul ke permukaan sifat-sifat seseorang. Hati hati ya nak ya. Bagi-bagi aja pengalaman buruknya.
Ya ngarang-ngarang sih. Tapi hidup yang hanya dijalani di bawah rasa takut tidak akan semenyenangkan dibandingkan hidup untuk terus mencoba menjadi lebih baik dan berani mencoba hal-hal baru, ya yang baik-baik juga loh ya.

Seperti ibadah misalnya, kalau sekedar dijalani karena takut sama hukuman Tuhan, gak akan berasa enaknya.

Misalnya kerja banting tulang, kalau sekedar takut istri sama anak kelaperan, gak akan berasa enaknya kerja.

Boleh aja bekerja atau melakukan sesuatu atas dasar rasa takut. Tapi percaya deh, hasilnya gak akan semaksimal kalau kalian kerja dalam keadaan fokus, rileks, dan penuh keikhlasan. Jangan takut, karena semuanya memang begitu.

Semoga bisa membantu yah. Doakan tugas akhir saya juga.

No comments:

Post a Comment