Saturday, September 21, 2013

Setengah Tiga Pagi

Masih gelap.

Aku bergumul, bercakap ringan denganmu. Setiap keraguan dan optimisme tersalurkan padamu, berharap bisa disambut, lalu dikembalikan dalam bentuk yang sama. Namun hidupku sendiri masih harus diorganisir, dan kau begitu yakin dan mengagumiku, kini ku serasa menggendongmu, melelahkan, namun aku kian semangat, bergegas menata yang sekarang.

"Hidup hanya untuk dihidupi, namun penyesalan tetap akan kau bawa sampai mati."

Dari kecil, aku punya definisi yang berbeda terhadap neraka.

Mereka yang sia-sia, dan tidak memperbaiki hidupnya akan masuk ke sana.

Sedangkan penghuni surga ialah yang tiada henti mencari dan menjadi kebenaran.

Lalu kau menyambut pernyataanku, dan meyakinkanku meskipun kita dibalut seragam yang berbeda. Di dalam malam, di mana kau menatap ke jendela-jendela sana bersama suara bising itu. Namun aku sadar tiada yang lebih membunuh waktu selain kebahagiaan.

Aku tahu segalanya sementara, semua harus digantungkan ke ketiadaan, karena dari situ lah kita memulai segalanya, dan akan seperti itulah kita berakhir. Ketiadaan yang membahagiakan. Andaikan definisi kenikmatan surgawi lebih didefinisikan sebagai suatu pencapaian personal dari seseorang, mungkin tidak akan banyak yang mau masuk surga. Mungkin sebagai pemasaran suatu faham, aku tidak terlalu pandai.

Namun aku tetap setia bersandar di relung-relung malam, menyambut pagi, dan berdoa perlahan. Jikalau, jika dan kalau, hanya akan menyakitkan. Berusahalah mencari kebenaran, di dalam dosa di dalam keragu-raguan, dan ketika kau menemukannya, kau tidak akan pernah lagi mau menjadi salah.

No comments:

Post a Comment