Sunday, April 14, 2013

lístie

"Lembut, lebih lembut dari kapas, lebih keras dari batu, menggerakan tanpa bergerak, menyampaikan tanpa bersuara, mengubah tanpa merusak."

Matanya masih berair, di terik siang jam istirahat, ketika semua orang keluar dari bilik-bilik neraka penuh pemisah, ia di situ masih menekan-nekan matanya, sambil menengadahkan kepalanya menghadap langit-langit.

"Yuk masuk lagi yuk, plis." Sambil mengipas-ngipaskan tangannya ke arah matanya berharap air matanya bisa masuk kembali, jenius.

Ia mengambil tas kecilnya, menyentuhkan kertas absen ke benda elektronik yang berganti warna menjadi merah apabila proses telah selesai. Jam 1 siang, ia pergi dari tempat ia bekerja.

Menekan tombol segitiga yang menghadap ke bawah, suatu simbol favorit hampir seluruh umat manusia di dunia yang bekerja di gedung bertingkat. Lift, benda yang mampu mengantarkan seseorang ke tingkatan yang lebih rendah ataupun lebih tinggi, tempat yang lebih sering terkenal karena selalu hening, membiarkan semua orang saling tatap menatap dengan bahasa tubuh yang tidak pernah ramah.

Kini ia menggigit jemarinya, berjalan lebih cepat, sedikit lebih cepat, sambil membuka perlahan resleting tasnya sambil mencari kunci mobil di dalamnya.

Tak lama ia sudah sampai ke tempat favoritnya, di mana rumput terbentang luas, memang tidak ada bunga ataupun pohon yang benar benar rindang. Dengan mobil yang diparkir di taman yang agak tidak terurus itu, dan tangan dingin yang terus berkeringat. Ia sadar, akhirnya, ia bisa melakukan hal ini di saat yang tepat.

Membuka bagasi mobilnya, ia mengambil secarik kertas di dekat kursi belakang, dan mulai bersembunyi di balik bayang-bayang mobilnya. Air matanya tiada terbendung lagi, lalu ia mulai menggambar dedaunan yang berjatuhan, dengan corak dan pola yang berbeda, dengan detil yang dalam, lambat laun, perlahan, air matanya berhenti mengalir, hanya nafas yang sedikit berat masih menggantung.

Namun ia tidak lagi sembunyikan, kini ia bersama dirinya sendiri. Benar-benar bersama dirinya, ketika semua orang kehilangan dirinya di dalam hidup, ia berhasil menemukannya lagi. Dirinya yang rapuh, mampu hancur seperti benda pada umumnya, tidak menjerit berteriak mengaku kebal atas segala hal, justru ia kembali mendengarnya lagi, suara hati itu, yang lama tak pernah terdengar.

Mungkin selama ini hanya itu yang harus dipertahankan. Hilang, sayangnya, kebanyakan milik manusia yang paling berharga itu hilang.

Atau hanya terkubur agak dalam.

No comments:

Post a Comment