Saturday, March 2, 2013

Sekedar Lalu Lalang

Di sini cahayanya lebih terang dari manapun, namun aku bergerak terlalu cepat, meskipun aku tahu aku hanya bersandar sambil melipat kedua kakiku bergantian sambil mencari posisi yang memberikan kenyamanan. Di tengah keramaian yang tidak pernah benar-benar aku kenal, aku selalu menopang daguku sambil menggaruk celah kosong di tengah alisku.

Terlihat seperti berpikir, padahal hanya terdiam. Terlihat seperti bergerak, padahal aku hanya duduk di dalam suatu yang terus bergerak. Terlihat seperti sesuatu yang selamanya, namun, selalu begitu.

Ya mungkin kita terlalu menghargai keberadaan kita sendiri di suatu komunitas, terlalu mengagungkan keberadaan kita padahal dibanding 6 milyar manusia lainnya yang terus mengalami perubahan dalam jumlah, kita hanyalah suatu penghubung rantai sosial yang bisa digantikan. Apabila kita pergi pun, tidak pernah akan ada masalah. Suatu ekosistem yang dirancang untuk beradaptasi atas kehilangan. Dan kita sebagai individu juga dirancang seperti itu, mampu bertahan terhadap kehilangan.

Mungkin dengan mengakui kita seperti salah satu semut yang sedang berebut gula, mungkin kita akan lebih mudah melewati ini semua. Aku bukanlah suatu makhluk yang punya kasta lebih tinggi atau apa, aku hanya sekedar ingin lebih hidup, walau di tengah perjalanan terus menerus malah merasa lebih mati. Tapi semua orang juga begitu, mereka yang lebih ingin hidup, biasanya tidak terlalu takut mati. Rasa takut akan kematian yang secukupnya.

Sekedar, kata favoritku ketika sedang senang ataupun sedih, bukankah semuanya hanya kesementaraan yang kita sembah, di dunia ini, bukankah kesementaraan yang kita tabung telah menjadi hal-hal yang membuat kita terus bertahan. Ya, belum pernah ada cerita dari dunia fisika atau apapun yang telah berhasil mencapai tahap durasi waktu selamanya, kita hanyalah manusia yang terus berlalu lalang, mencoba memberikan definisi atas kesalahan yang kita buat dengan sengaja, mencoba membanggakan perbuatan baik yang kita buat, dan manusia yang terus memeluk rasa kesendirian sambil menunggu cahaya-cahaya selanjutnya.

Bukankah kita terus berharap akan ada titik di mana "ya anda sudah mencapai titik yang anda seharusnya capai, silahkan lanjutkan perjalanan anda". Dan perkataan itu tidak pernah ada, sekedar lalu lalang di peta buta, bergantian menjadi bodoh ataupun pintar, hingga akhirnya menjadi suatu hal yang baru, atau menjadi penyesalan yang tidak pernah tersapa.

Ya jika akhirnya buruk, berarti anda sudah gagal dari awal, terdengar tidak adil ya?

No comments:

Post a Comment