Monday, November 5, 2012

Ada Tara

Dengan coret-coretan di lengan, kemeja dengan punggung yang basah, celana jins yang sudah terasa seperti karung goni, mata yang sayu, aku menggenggam kepalaku, meremas seperti ada masalah yang melekat di permukaan kepalaku, aku mencoba menyingkirkannya, namun tak kunjung lepas. Aku berharap berada di pencernaan ikan hiu.

Tanpa menyebutkan satu kata pun, hanya angin yang terus bertiup dari mulutku.

Asap terus mengebul dari sisi kananku, tiap mereka mengalir bagai air aku selalu berpikir "ada tara, akan ada tara". Namun tara yang kutunggu selalu hilang bersama delusi yang terus hadir. Aku terus memperkeruh suasana, aku terus berpikir tara akan tiada.

Hingga akhirnya langit runtuh, lagu dengan tempo berantakan menghampiriku, aku menjadi impulsif, meskipun hari itu terstruktur, aku meminta percakapan, aku meminta hujan.

"Aku sedang gila, ya maaf karena itu" terucap bersama asap-asap, dengan nada menenangkan, entah menyenangkan.

Sejak aku bicara, kini tara ada.

Suatu kenyataan pasti bahwa sebenarnya selama ini aku hanya dikerubungi oleh delusiku sendiri, seharusnya aku melihat hutan ketimbang melihat dedaunan, aku seharusnya tahu bahwa ini bukanlah hal yang patut membuatku berhenti melangkah. Namun tanpa percakapan dan tanpa hujan, tidak akan ada tara.

Sekedar tanya-tanya, sekedar rindu gebu yang tak tersapa, hingga akhirnya semua dibiarkan terbuka seluas-luasnya, dan sekarang tinggal menunggu waktu untuk membasuh segalanya ini. Keberanianmu, harus dihargai.

Tanpamu, aku tidak akan menjadi segila ini, pertemuanku sudah selesai, biarkan aku menyelamatkan dunia sekarang.

"Maaf" katamu. Kasih yang kau belaskan itu lucu, namun ya, aku hanya bisa tersenyum miring membacanya. Jika mataku berkaca, ini karena hatiku bangga sudah bisa berjalan sejauh ini. Aku tidak butuh rekognisimu untuk membalas semuanya.

"Tak apa" kataku.

"Tak sakit" kataku. Setidaknya, kini tara ada.


No comments:

Post a Comment