"Gapapa kan?" senyumnya melebar, cahaya bergantian menyapu wajahnya dari jendela kereta yang melaju cepat.
Tangannya memegang tiang dekat pintu keluar, sedangkan aku duduk di depannya, wanita ini pernah aku buang, aku menghindar ketika rasaku terlalu dalam dengannya. Kini ia berdiri dengan jaket hitam tebal dan syal warna ungu muda sambil tersenyum seolah aku tak pernah punya masa lalu dengannya.
Andai aku tak pernah punya masa lalu dengannya, kita bisa mulai dari awal lagi.
Kereta melaju semakin cepat, kita hanyut dalam pembicaraan. Laun, sesuatu menjadi aneh, pemandangan jendela kereta tiba tiba menunjukkan terumbu karang dan ribuan ikan di hamparan laut biru. Tadinya ada belasan orang di gerbong kereta ini, namun sekarang hanya tinggal aku dan dia.
"Eh kok jadi kayak akuarium gini keretanya?"
"Loh, emang kenapa? Bagus dong, gimana sih...."
Tangannya meraihku, di depan mataku terdapat tangan yang akan menarikku dari hidupku yang terlanjur kelam ini. Rasanya tidak seperti masa lalu, ini hal baru. Ia beranjak mengajakku untuk melintasi gerbong-gerbong kereta yang berada di depan. Setiap kita beralih dari satu gerbong ke gerbong lain, pemandangan jendela kereta itu akan berubah, entah matahari di sore hari, kumpulan lampu oranye di jalan raya, dan pemandangan di gerbong terakhir, hanya hitam.
Langkahnya semakin pelan, senyumnya tetap benderang, ia mengajakku ke pintu terakhir, pintu di mana masinis bekerja. Anehnya, tidak ada siapa siapa, hanya penunjuk kecepatan yang memperlihatkan angka 720km/jam. Seharusnya aku akan bertanya tentang apa yang terjadi di sini. Namun kali ini aku hanya terdiam. Aku kembali ke gerbong di mana tidak ada apapun di pemandangan jendelanya, hanya hitam.
"Duduk deh, aku capek" aku menepuk pundaknya.
Lalu kita duduk terdiam, dengan suara gemuruh kereta, dan ia mulai bersandar dipundak
"Kalau aku bela belain untuk nahan kamu pergi, pasti aku bakal lebih bahagia" wanita itu menggumam sambil menggelengkan kepalanya di pundakku.
Kereta tiba tiba berhenti.
Jendela yang tadinya hitam, berubah menjadi biru terang keunguan, langit pagi hari menyambut, kereta ini telah sampai di stasiun tujuan. Pintu kereta terbuka, aku merangkulnya dan kita melangkah mendekati pintu keluar kereta.
"Hati hati ya, aku nunggu kamu di sini, sering sering ya naik kereta ini" wanita itu melepaskan rangkulanku perlahan.
Secara reflek aku merangkulnya kembali, mengajaknya keluar dari kereta tersebut, namun entah kenapa tubuhnya menghilang, kehangatannya pergi.
Tiba tiba sepatuku hilang, kakiku langsung menyentuh lantai stasiun. Aku langsung duduk terdiam memandangi rel kereta, aku ingin mengulangnya lagi, sekali lagi.
Kali ini, akan kubawa pergi ia keluar dari kereta itu.
Dan mimpiku terlanjur berakhir.
No comments:
Post a Comment