Friday, August 2, 2024

Sekedar Terapi

 Tulisan-tulisan ini seperti mengirim bangkai keluar angkasa. Karena google sebagai search engine semakin dipenuhi dengan kata-kata komersial di setiap website yang mungkin sudah ditulis oleh robot-robot generik yang membosankan. Siapa yang tahu tulisan ini bertahan setelah bertahun-tahun hilang.

Mari kita tulis, sebagai sekedar terapi.

Di dalam agama saya ada satu hal yang disebut akidah, yang secara bahasa artinya mengikat. Jika ia bisa memahaminya dengan benar, maka segala runtutan lainnya tinggal mengikuti.

Di dunia ini, ada banyak hal yang bisa kita cari tahu. Bisa dengan rentetan informasi koheren, atau mungkin lebih konkrit lagi dengan susunan angka yang bertaut yang sering kita bilang matematika. Namun meskipun ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia ini sudah maju sedemikian rupa, tetap saja ada satu lubang yang mengisi 51% dari pikiran kita masing-masing.

Kenapa 51%? Ya anggap saja sehebat-hebatnya kita mencari jawaban, kita tidak akan pernah yakin sama jawaban kita kalau kita memang tidak dilatih untuk berkeyakinan.

Inilah suatu akidah yang dimaksud.

Kepercayaan bukanlah sesuatu yang bisa kita klaim lalu kita masukkan ke dalam keranjang iman kita, melainkan ternyata ia adalah suatu benda elastis yang harus terus dibentuk dilatih sama halnya dengan otot dan otak kita yang jika didiamkan akan berkurang kapasitasnya.

Misal.

"Mengapa kita harus hidup?"

Pertanyaan ini tentu bergantung pada kondisi mental seseorang, tapi tidak bagi mereka yang menyusun kepercayaannya. Bisa jadi jawabannya salah, tapi kalau seseorang yakin seyakin-yakinnya, maka ia telah membentuk realita baru yang berbeda dengan yang dialami orang lain.

Dengan kepercayaan saja lah kita bisa mengisi relung-relung yang rasanya setiap hari makin melelahkan, karena manusia tidaklah didisain untuk sekedar memenuhi pundi-pundi dan menyantap segala apa yang berkilau di depan matanya. Karena hati itu mudah kesepian.

Lalu apa yang saya percayai? Apakah saya boleh sembarangan percaya?

Tentu sama halnya seperti mengolah otak dan otot. Berbahaya hukumnya jika mempercayai tanpa ada runut hukum-hukum sebelumnya. Dari guru saya sendiri bicara bahwa kita harus menutup segala kemungkinan untuk berpikir bahwa Tuhan itu berkehendak buruk pada hambanya.

Bayangkan, jika saya berpikir secara independen, apakah suatu kepercayaan tersebut bisa lahir dengan sendirinya?

Saya rasa mustahil. Karena tentu manusiawi ketika kita menyusun kerangka pikiran kita terbesit bahwa Tuhan bisa saja berkehendak buruk apabila dia berkehendak. Tapi nyatanya mempelajari kepercayaan yang benar, adalah suatu jalan pintas dalam menghidupi hidup.

Lucunya, sudah agak terlalu terlambat gak ya? Seseorang di usia 31 tahun ini untuk menyusun semuanya kembali.

Dengan menyusun kepercayaan, segala masa yang lalu, kini, dan depan; Akan lahir kembali dalam fisik yang baru. Percaya atau tidak. Karena tiba-tiba kita menutup yang 49% itu dengan 51%. Walaupun hati tetap bergumam, tapi karena pikiran kita tundukkan, maka musuh bebuyutan orang yang hobinya berpikir akan tiba-tiba merasakan hal yang mereka jarang rasakan, yaitu ketenangan.

Percaya itu bukanlah suatu kemalasan berpikir

Percaya itu suatu keberanian dalam berpikir

Meyakini betul

Dengan fisik, pikiran, dan perbuatan

Bahwa pikiran tidak akan pernah cukup

No comments:

Post a Comment