Di balik kardus bekas yang ia robek, ia susun agar tempat ia tidur malam ini sedikit lebih empuk, pria yang pernah kaya pernah miskin pernah ambisius pernah kehilangan segalanya sampai di trotoar Bandung, Braga tepatnya setelah ia menghabiskan uangnya untuk membeli sate kambing, kemudian ia memarkir mobilnya dan mulai menggelar kardus-kardus itu.
Ia terus bertanya-tanya tentang makna yang ia berusaha cari sejak dua puluh tahun lalu, seolah hidupnya memang ditakdirkan untuk menemukan makna tersebut. Segala macam gaya hidup telah ia coba, dan segala macam hal materi telah ia miliki, hingga guru spiritual manapun telah ia sempat kunjungi. Hingga sekitar 3 bulan lalu, ia menemukan post di social media, yang seharusnya menjadi quotes receh yang mudah untuk diabaikan menuliskan puisi ini;
Jika ikan di dalam aquarium mengetahui maknanya,
Bahwa ia hanyalah suatu hiasan bergerak yang kadang diperhatikan kadang diacuhkan
Akankah, makna itu membebaskannya dari ketidakbahagiaan?
Jika dirimu mengerti, tentang hidup, tentang 'akhirnya', tentang 'ternyata'
Apakah itu menjadikanmu lebih pandai dalam menghidupi hidup itu sendiri?
Jika dirimu mengerti, tentang seni, sejarah, musik, dan segala kultur
Apakah itu menjadikanmu pandai tentangnya dan menikmati salah satunya?
Biarkan rasa itu datang saat engkau sungguh-sungguh dalam menerima setiap detik yang telah dihadiahkan, menikmati segala jerih payah untuk menjadi lebih baik setiap harinya, hingga akhirnya engkau tidak berdaya di dalam pelukan maut.
Pria itu kini pergi kesana kemari, mengikuti kemana angin membawa, dan sadar bahwa sejak kecil terinspirasi oleh angin, betapa sejuk ia bisa berkelana kesana kemari, hingga ia memutuskan di sisa umurnya dengan uangnya yang melimpah untuk berkeliling kemana hatinya menuntunnya.
Ia terus bertanya-tanya tentang makna yang ia berusaha cari sejak dua puluh tahun lalu, seolah hidupnya memang ditakdirkan untuk menemukan makna tersebut. Segala macam gaya hidup telah ia coba, dan segala macam hal materi telah ia miliki, hingga guru spiritual manapun telah ia sempat kunjungi. Hingga sekitar 3 bulan lalu, ia menemukan post di social media, yang seharusnya menjadi quotes receh yang mudah untuk diabaikan menuliskan puisi ini;
Jika ikan di dalam aquarium mengetahui maknanya,
Bahwa ia hanyalah suatu hiasan bergerak yang kadang diperhatikan kadang diacuhkan
Akankah, makna itu membebaskannya dari ketidakbahagiaan?
Jika dirimu mengerti, tentang hidup, tentang 'akhirnya', tentang 'ternyata'
Apakah itu menjadikanmu lebih pandai dalam menghidupi hidup itu sendiri?
Jika dirimu mengerti, tentang seni, sejarah, musik, dan segala kultur
Apakah itu menjadikanmu pandai tentangnya dan menikmati salah satunya?
Biarkan rasa itu datang saat engkau sungguh-sungguh dalam menerima setiap detik yang telah dihadiahkan, menikmati segala jerih payah untuk menjadi lebih baik setiap harinya, hingga akhirnya engkau tidak berdaya di dalam pelukan maut.
Pria itu kini pergi kesana kemari, mengikuti kemana angin membawa, dan sadar bahwa sejak kecil terinspirasi oleh angin, betapa sejuk ia bisa berkelana kesana kemari, hingga ia memutuskan di sisa umurnya dengan uangnya yang melimpah untuk berkeliling kemana hatinya menuntunnya.
No comments:
Post a Comment