Wednesday, March 21, 2018

Jika

Jika itu berat.
Karena, dengan satu kata tersebut, dunia bisa dibolak balik sedemikian rupa, waktu bisa dilipat digunting disusun sesuka yang berbicara.
Karena itu, jangan dibiasakan bicara jika.
Karena itu konyol.

If youre tired and things get hard, you rest, you do not quit.

Wednesday, December 6, 2017

Puisi tentang gelap

Hari ini jatahku menjadi gelap
Setiap kali aku berikan tanpa tuntutan
Dibalas saja dengan perih

Jika cinta itu pinta yang disambut
Rendah sekali derajatku
Untuk terus tunduk menyenangkan kau bagai ratu
Lagipula aku ini layak untuk diperlakukan baik baik

Aku bukan anjing yang disentak
Aku bukan pijakan

Kali ini aku layak dan berhak
Bukan pasar pikuk mengobral maaf

Saturday, November 11, 2017

Mengerti apa?

Di balik kardus bekas yang ia robek, ia susun agar tempat ia tidur malam ini sedikit lebih empuk, pria yang pernah kaya pernah miskin pernah ambisius pernah kehilangan segalanya sampai di trotoar Bandung, Braga tepatnya setelah ia menghabiskan uangnya untuk membeli sate kambing, kemudian ia memarkir mobilnya dan mulai menggelar kardus-kardus itu.

Ia terus bertanya-tanya tentang makna yang ia berusaha cari sejak dua puluh tahun lalu, seolah hidupnya memang ditakdirkan untuk menemukan makna tersebut. Segala macam gaya hidup telah ia coba, dan segala macam hal materi telah ia miliki, hingga guru spiritual manapun telah ia sempat kunjungi. Hingga sekitar 3 bulan lalu, ia menemukan post di social media, yang seharusnya menjadi quotes receh yang mudah untuk diabaikan menuliskan puisi ini;

Jika ikan di dalam aquarium mengetahui maknanya,
Bahwa ia hanyalah suatu hiasan bergerak yang kadang diperhatikan kadang diacuhkan
Akankah, makna itu membebaskannya dari ketidakbahagiaan?
Jika dirimu mengerti, tentang hidup, tentang 'akhirnya', tentang 'ternyata'
Apakah itu menjadikanmu lebih pandai dalam menghidupi hidup itu sendiri?
Jika dirimu mengerti, tentang seni, sejarah, musik, dan segala kultur
Apakah itu menjadikanmu pandai tentangnya dan menikmati salah satunya?

Biarkan rasa itu datang saat engkau sungguh-sungguh dalam menerima setiap detik yang telah dihadiahkan, menikmati segala jerih payah untuk menjadi lebih baik setiap harinya, hingga akhirnya engkau tidak berdaya di dalam pelukan maut.

Pria itu kini pergi kesana kemari, mengikuti kemana angin membawa, dan sadar bahwa sejak kecil terinspirasi oleh angin, betapa sejuk ia bisa berkelana kesana kemari, hingga ia memutuskan di sisa umurnya dengan uangnya yang melimpah untuk berkeliling kemana hatinya menuntunnya.

Tuesday, June 20, 2017

Bersujud di tengah pikuknya dan benderangnya malam

Di dalam kereta, pukul 10.45 malam menuju ke tempat labuhan terakhir, seseorang  yang kurus kering dengan kemeja lusuh membawa dagangan tahu dan tempe sambil berdiri tenang, beberapa kali ia ditawarkan tempat duduk namun ia melambaikan terima kasihnya. Di depannya berdiri seorang pria muda pucat pasi, mengerinyitkan dahi, pipi, hingga matanya, ia menghela nafas begitu panjangnya, namun jarak antar nafasnya semakin cepat, hingga akhirnya seorang ibu yang memperhatikan, memberikannya tempat duduk.

Pria itu tersenyum kebingungan, sambil mengangguk menyampaikan terima kasih lewat raut wajahnya. Sang ibu hanya menggelengkan kepalanya sambil mempersilahkan.

Setiap denyutnya semakin terasa, semakin bernafas semakin terhimpit, hingga akhirnya ia menekuk tubuhnya, duduk sambil menaruh kepalanya di pangkuannya sendiri.

Mengapa beberapa orang dianugerahi pikiran yang begitu dalam, hanya untuk menjadi korban dari pikirannya sendiri. Mengapa beberapa orang terlahir dengan begitu mudah mengendalikan pikirannya sendiri, untuk mengambil alih dan menjadikannya sesuai dengan prasangkanya. Namun pikirnya, hanya orang yang sering terhanyutlah yang akan menghargai hangatnya pelukan seseorang, hanya orang yang sering terjatuhlah yang akan menghargai hari yang sederhana.

Namun sayangnya, sebelum itu ia harus berani bersujud di tengah sunyinya malam. 

Wednesday, April 12, 2017

Musim Panas dan Musim Lainnya

Musim panas dan musim-musim lainnya
Di atas, di susunan kata-kata tak beratap
Kesadaran yang ingin dikendalikan
Meluncur dari terang ke gelap

Apa yang menjadikan momen satu lebih baik dari momen lainnya
Apakah karena yang satu berlangsung selamanya
Atau karena yang satu berlangsung seadanya
Dan di dalam rutinitas, kita tidak berada benar-benar berada di sekarang

Musim panas dan musim-musim lainnya
Mengapa semua orang terjerembab di dalam pikirannya
Seolah tiap-tiap dari seseorang, bergerak dengan referensi waktunya sendiri
Ironi ketika mereka ingin bicara untuk menjadi lebih sekarang dari sebelumnya

Oh apakah kita sekedar puing-puing reruntuhan kenangan yang berbenturan
Mencoba menyusun makna dari titik yang sebenarnya tidak diperuntukkan
Untuk dimaknai
Untuk disyukuri

Di saat-saat seperti ini, aku ingin menjauhi kerumunan
Jauh, sejauh-jauhnya.

Saturday, March 11, 2017

Yang saya benci

Tentang balutan cahaya yang dibuat cenderung berbeda dari kenyataan biasanya. Dan durasinya yang hanya berlangsung dua hingga tiga jam. Seolah hidup seseorang bsa dirangkum dalam waktu sesingkat itu. Akhir-akhir ini film semakin bagus, semakin mudah terjangkau untuk segala kalangan, dari segala genre, drama hingga yang paling aneh pun ada.

Saya benci film, karena betapa inspirasionalnya mereka, begitu mudahnya mereka membakar semangat atau emosi saya dalam sesaat, dan menghipnotis saya seolah hidup akan begitu bermakna suatu hari, akan ada perubahan dalam semalam, atau setidaknya dalam lima belas menit dalam tiga jam yang menjadikan dunia pemeran tersebut berubah, dan tiba-tiba dunia berada di sisi mereka.

Mungkin bukan film, saya benci suatu cerita yang diceritakan orang lain, seperti kisah inspirasional pendiri sosial media, aplikasi, brand clothing, atau hal keren lainnya. Karena cerita tersebut terkesan parsial, setengah, dan lebih banyak yang tidak saya dengar.

Mungkin juga bukan cerita. Saya benci tentang kebanyakan orang yang mengidolakan orang-orang tersebut sehingga semua media menyorot tentang orang-orang yang terkesan hebat tersebut, mampu menciptakan begitu banyaknya uang dalam sekejap di usia muda. Mengapa mereka tidak menceritakan tentang tukang parkir di stasiun kereta saya yang setiap hari selalu tersenyum, dan saya bisa percayakan saat saya menitipkan kunci mobil saya?

Tentang bagaimana mereka bisa dipercaya, dan tidak mencari jalan singkat untuk mengejar kekayaan sesaat.

Mengapa kita selalu ingin mendengar satu banding satu milyar. Tentang orang-orang yang sangat hebat, yang jelas-jelas tidak memiliki korelasi secara strata sosial, keberuntungan, ataupun finansial. Mengapa kita tidak mengangkat sesuatu yang sifatnya moralis, akademis, tentang betapa pentingnya untuk memiliki nilai ketika semua orang menghantam apapun demi sekedar reputasi konyolnya.

Mungkin saatnya kita belajar untuk mencintai sesuatu yang biasa-biasa saja. Karena dunia saat ini sedang gembor-gembornya menyebarkan sesuatu yang heboh, bombastis, dalam sekejap orang bisa dengan sabarnya mengantri tempat makan yang mewah ataupun unik, handphone baru, film baru.

Ah mungkin saya benci konsumerisme, tentang bagaimana orang berbondong-bondong setiap harinya didorong untuk belanja-belanja, dan mendapatkan uang lebih banyak lagi, agar ekonomi bisa tumbuh, agar manusia bisa menggerakkan roda ekonomi.

Ah mungkin saya sedang membenci diri saya sendiri. Namun saya mau menulis yang lebih manusiawi saja, tentang resah, gundah, tentang begitu banyak yang tidak bisa dikendalikan, dan begitu sedikit yang bisa dikendalikan, dan di antaranya begitu banyak hal yang kita perhatikan, dan begitu banyak juga hal yang tak sengaja terlewatkan, kita bagai semut di tengah pasar malam, bergantian melihat sesuatu yang terang, kadang gelap, namun yang pasti, karena si semut merasa sepi, di tengah ramainya malam, ia mulai membenci sekitarnya.

Lagipula ini Maret.

Monday, January 2, 2017

Esai tentang takdir

Ada beberapa hal yang kita harus mengerti, tentang pelajaran yang pernah disampaikan sejak TK hingga lulus kuliah misalnya, atau tentang mengapa kita harus berperilaku baik ke orang lain maupun diri sendiri tanpa pamrih, dan mungkin ada ribuan pasal lainnya. Namun ada satu pasal yang harus juga kita pahami bahwa, kita tidak akan mampu untuk mengerti semua hal, karena sebenarnya mungkin tugas kita hanya untuk menjalankan dan percaya.

Beberapa cerita tentang anak yang menjadi korban perkosaan misalnya, mau dilihat dari sudut pandang manapun, kita tidak akan habis pikir dari mana sisi logisnya jika ditarik garis panjang lima puluh tahun ke belakang, dan lima puluh ke depan, dosa apa yang pernah anak itu lakukan hingga harus mengalami hal sekeji itu. Dan jika kita teruskan untuk merenungkan, kita akan sampai dengan dua jawaban, antara semesta memang sekeji itu atau kita perlahan harus mengakui masih banyak yang kita belum mengerti, dan tidak akan pernah mengerti.

Beberapa orang mungkin akan merasakan hal yang senada dengan saya, karena selama ini kita dididik dari kecil dengan ilmu sebab akibat, setiap fenomena bisa dijelaskan dengan kalimat ataupun angka. Namun sebaliknya, seiring kita dewasa kita dihadapkan dengan situasi-situasi yang benar-benar di luar kendali kita, seperti perceraian, perselingkuhan, kekerasan terhadap anak, orang tua yang abusive,  bullying, orang tua sakit parah, ketidakpastian hidup, kecelakaan, dan segala bentuk penderitaan kolosal lainnya.

Lalu kita setiap harinya berdoa agar kita bisa sedikit lebih beruntung dari mereka yang pernah kita lihat, dengan hati yang tertunduk, tanpa mengucap serapah, kita mengakui betapa besarnya Ia yang menciptakan, dan betapa tidak signifikannya kita di dalam alam semesta ini, namun dalam rendahnya hati kita yang menyentuh bumi tanah tersebut, kita menanam harapan kecil, bahwa mungkin dalam kasihNya kita berhak untuk berbahagia di sini dan di alam lainnya, dan dalam harapan tersebut kita akan terus berusaha dengan menundukkan hati kita.

Karena segala ketidakbahagiaan berasal dari hati yang mendongak, berpikir bahwa kita mengetahui apa yang kita perbuat, dan kita memiliki hak atas apa yang kita tanam. Lalu apa kita ini makhluk yang harus sekedar sabar leyeh-leyeh di pinggir jalan sambil meminta melulu? Dan yang terus berusaha menyusun dirinya, sambil menundukkan hatinya, akan ditinggikan derajatnya, jika bukan sekarang, di alam yang nanti.

Untuk saya sendiri yang sedang frustrasi, untuk orang lain yang sedang dihadapkan dengan cobaan-cobaan. Sudahi berpikirmu yang sudah berbulan-bulan berujung kalimat yang sama, mulailah dengan mengisi apa yang bisa diisi, membersihkan apa yang bisa dibersihkan, dan berdoa bahwa mungkin esok akan ada cerita-cerita baik lainnya.

Selamat tahun baru.